Jumat, 14 Desember 2012

Upaya Menghadapi Serangan Belanda pada Pertempuran Lima Hari Lima Malam di Palembang


Palembang merupakan kota yang sangat strategis di Sumatera Selatan. Sebagai kota tua, Palembang banyak menyimpan sejarah perjuangan rakyat. Keberadaan Palembang yang dibagi oleh Sungai Musi menambah eksotismenya. Ciri khas kota Palembang sebagai kota yang sangat didominasi oleh air, bahkan oleh Belanda sebelum Perang Dunia II, pernah dipromosikan sebagai “Venetie van het Verre Oasten” atau “Venesia dari Timur Jauh”. Kekayaan alam Sumatera Selatan menjadi kebanggaan sekaligus ancaman dari bangsa asing.

Setelah Perang Dunia II, Sekutu memboncengi NICA ke Indonesia dengan maksud agar Belanda dapat kembali menguasai Indonesia. Konflik RI dan Belanda semakin menimbulkan ketegangan. Para pasukan RI, lasykar dan rakyat berusaha mempertahankan kemerdekaan yang telah dicapai pada 17 Agustus 1945. Usaha untuk mencapai kepentingan Belanda berlanjut dengan pertempuran besar. Pertempuran besar yang menentukan antara lain Bandung Lautan Api, Pertempuran Ambarawa, Medan Area, Puputan Margarana dan lain-lain. Di Sumatera Selatan pun terjadi pertempuran besar yang dikenal dengan Pertempuran Lima Hari Lima Malam di Palembang. pertempuran ini terjadi pada tanggal 1 hingga 5 Januari 1947.

Pertempuran Lima Hari Lima Malam di Palembang merupakan perang tiga matra yang pertama kali kita alami, begitu pula pihak Belanda. Perang tersebut terjadi melibatkan kekuatan darat, laut, dan udara. Belanda sangat berkepentingan untuk menguasai Palembang secara total karena tinjauan Belanda terhadap Palembang dari aspek politik, ekonomi dan militer. Dalam aspek politik, Belanda berusaha untuk menguasai Palembang karena ingin membuktikan kepada dunia internasional bahwa mereka benar-benar telah menguasai Jawa dan Sumatera. Ditinjau dari aspek ekonomi berarti jika Kota Palembang dikuasai sepenuhnya maka berarti juga dapat menguasai tempat penyulingan minyak di Plaju serta Sei Gerong. Selain itu, dapat pula me- manfaatkan Palembang sebagai pusat perdagangan karet dan hasil bumi lainnya untuk tujuan ekspor. 

Sedangkan jika ditinjau dari segi militer, sebenarnya Pasukan TRI dan pejuang yang dikonsentrasikan di Kota Palembang merupakan pasukan yang relatif mempunyai persenjataan yang terkuat, jika dibandingkan dengan pasukan–pasukan yang berada di luar kota. Oleh karena itu, jika Belanda berhasil menguasai Kota Palembang secara total, maka akan mempermudah gerakan operasi militer mereka ke daerah-daerah pedalaman.

Peranan rakyat sangat besar dalam pertempuran Lima Hari Lima Malam. Motivasi perjuangan rakyat Indonesia umumnya dan khususnya para pejuang di daerah Sumatera Selatan yakni adanya “sense to be a nation”, rasa harga diri sebagai suatu bangsa yang telah merdeka. Semboyan “Merdeka atau Mati” yang berkumandang semasa periode Perang Kemerdekaan adalah wujud usaha untuk menjaga agar tetap berdirinya Negara Republik Indonesia.

Provokasi Belanda

Daerah Keresidenan Palembang pada masa-masa menjelang Pertempuran Lima Hari Lima Malam memiliki keunikan tersendiri, bila dibandingkan dengan daerah-daerah Indonesia lainnya yang telah diduduki oleh Sekutu (NICA), seperti Medan, Padang, Jakarta, Bandung, dan lain-lainnya, yang masih terdapat pemerintahan RI lengkap dengan pasukan, karena keberhasilan diplomasi yang dilakukan oleh kepala pemerintahan setempat. Setelah Belanda menggantikan Inggris di Palembang pada 24 Oktober 1946, Kolonel Mollinger menjadi Komandan territorial Belanda untuk Sumatera Selatan (Palembang, Lampung, Bangka, dan Jambi). Penyerahan pendudukan Inggris kepada Belanda berlangsung pada 7 November 1946. Setelah menggantikan Inggris, Belanda menuntut garis demarkasi yang lebih jauh. Untuk mencegah timbulnya insiden dilakukanlah perundingan antara pihak Belanda dan RI pada tanggal November 1946.

Hal terpenting dari perundingan itu antara lain tentara Belanda tidak akan memperluas atau melewati batas daerah yang diserahkan kepadanya oleh Inggris dan akan memelihara status quo. Sementara itu di Palembang mulai dilakukan pengembangan kekuatan militer oleh Pasukan TRI sedangkan, pihak Belanda giat menyusun posisi dan memperkuat pasukannya di Palembang.

Pada bulan Desember 1946, pihak Belanda telah menyusun pasukan-pasukannya di Kota Palembang dan sekitarnya. Kapal-kapal perang Belanda mulai melakukan pencegahan terhadap lalu lintas pelayaran antara Palembang – Lampung – Jambi – Singapura, yang bertujuan untuk mengadakan blokade ekonomi dan militer. Blokade bertujuan agar hubungan timbal balik antara Jambi, Lampung, Palembang dan Singapura terputus sehingga hasil bumi, barang kebutuhan hidup dan senjata tidak dapat diimpor dan diselundupkan dari Singapura. Dr. A.K. Gani melakukan kegiatan menembus blokade tersebut untuk memperkuat perjuangan sehingga dia dijuluki “The biggest smuggler of South East”.

Panglima Komando Sumatera, Jenderal Mayor Suharjo Harjowardoyo mengeluarkan Perintah Harian lewat corong Radio Republik Indonesia di Palembang pada akhir Desember 1946 yang ditujukan kepada pasukan-pasukan RI di daerah pendudukan Belanda di Medan, Padang dan terutama yang di Palembang untuk selalu siap siaga dan waspada menunggu instruksi dari pemerintahan pusat.

Pada tanggal 28 Desember 1946, seorang anggota Lasykar Napindo bernama Nungcik ditembak mati karena melewati pos pasukan Belanda di Benteng. Malam harinya Belanda melanggar garis demarkasi yang telah ditentukan. Dua buah Jeep yang dikendarai oleh pasukan Belanda dari Talang Semut melewati Jalan Merdeka, Jalan Tengkuruk (sekarang Jalan Sudirman), Rumah Sakit Charitas sambil melepaskan tembakan-tembakan secara membabibuta. Pancingan itu segera mendapat jawaban dari pasukan RI. Meletuslah pertempuran yang berlangsung sekitar 13 jam lamanya. Setelah terjadinya perang sekitar 13 jam, situasi Palembang dalam kondisi cease fire. Insiden ini menunjukkan akan meletusnya perang yang lebih besar, karena Belanda berusaha meningkatkan pertahanannya.

Penghentian tembak-menembak tersebut tidaklah berlangsung lama, Belanda kembali melanggar kesepakatan pada 29 Desember 1946, berupa terjadinya penembakan terhadap Letnan Satu A. Riva’i, Komandan Datasemen Divisi Dua, yang mengendarai sepeda motor Harley Davidson saat sedang melakukan inspeksi kepada pasukan-pasukan dan pos-pos pertahanan TRI-Subkoss/ Lasykar. Ketika melintas di depan Charitas, ia ditembak dengan senjata otomatis oleh pasukan belanda yang berada di Charitas. Letnan Satu A. Riva’i berhasil menyelamatkan diri walaupun tembakan itu tepat mengenai perutnya.

Provokasi Belanda terus terjadi pada 31 Desember 1946 menyebabkan insiden dengan pihak TRI yang sifatnya sporadis. Belanda melakukan konvoi dari Talang Semut menuju arah Jalan Jenderal Sudirman. Mobil tersebut melaju dengan kencang dan melepaskan tembakan-tembakan. Kontak senjata tidak terelakkan di depan Masjid Agung dan sekitar rumah penjara Jalan Merdeka. Pasukan TRI melakukan pengepungan dan serangan terhadap kekuatan Belanda di Charitas sehingga tidak mungkin Belanda untuk keluar dan meneriman bantuan dari luar. Akhirnya Belanda meminta bantuan Panglima Divisi II (Kol. Hasan Kasim) dan Gubernur Sumatera Selatan (dr. M. Isa) untuk penghentian tembak-menembak (cease fire).

Tujuan dilakukan penghentian tembak-menembak bagi Belanda adalah untuk menyusun kembali kekuatan tempurnya. Sebelum Belanda melakukan serangan udara itu memakan waktu yang relatif singkat, yaitu beberapa jam sebelum matahari terbenam menjelang malam. Belanda melakukan penembakan dengan mortir ke tempat dimana Pasukan TRI/ Lasykar berada yaitu di Gedung Perjuangan (sekarang Pusat Perbelanjaan Bandung), di daerah dekat Sungai Jeruju, daerah Tangga Buntung dan sebagainya. Dengan demikian telah berakhir kesepakatan penghentian tembak-menembak oleh Belanda.

Insiden-insiden yang terjadi pada akhir tahun 1949 tersebut menjadikan situasi di Kota Palembang dan sekitarnya menjadi panas (Perwiranegara, 1987 : 58). Insiden yang terjadi sesungguhnya adalah cara Belanda untuk memicu keributan dengan tujuan agar terjadi pertempuran yang lebih besar.

Pada hari Rabu, tanggal 1 Januari 1947, sekitar pukul 05.30 pagi, sebuah kendaraan Jeep yang berisi pasukan Belanda keluar dari Benteng dengan kecepatan tinggi. Mereka melampaui daerah garis demarkasi yang sudah disepakati. Ternyata mereka mabuk setelah pesta semalam suntuk merayakan datangnya tahun baru. Kendaraan Jeep itu melintasi Jalan Tengkuruk membelok dari Jalan Kepandean (sekarang Jalan TP. Rustam Efendi) lalu menuju Sayangan, kemudian melintasi ke arah Jalan Segaran di 15 Ilir, yang banyak terdapat markas pasukan RI/ Lasykar seperti Markas Napindo, Markas TRI di Sekolah Methodist, rumah kediaman A.K. Gani, Markas Divisi 17 Agustus, Markas Resimen 15 dan markas Polisi Tentara.

Pada kesempatan yang sama para pemimpin milter dan lasykar mengadakan rapat komando untuk menentukan sikap dalam menghadapi provokasi Belanda. Rapat dihadiri pimpinan pemerintah sipil Gubernur Muda M. Isa. Dalam rapat tersebut, Panglima Divisi II Kolonel Bambang Utoyo, Gubernur Muda M. Isa maupun Panglima Lasykar 17 Agustus, Kolonel Husin Achmad menyatakan bahwa dalam menghadapi provokasi Belanda, pihak RI bertindak tidak lagi sekedar membalas serangan, melainkan harus berinisiatif untuk menggempur semua kedudukan dan posisi pertahanan Belanda di seluruh sektor. Kepala staf Divisi II, Kapten Alamsyah, mengeluarkan perintah “Siap dan Maju” untuk bertempur menghadapi Belanda.
Bersambung...

Oleh: Sri Purwati

Album Photo Palembang Tompo Dulu (Part1)

Koleksi Photo Palembang Tempo Dulu

Perawat Rumah Sakit RK Charitas, Palembang, 1929
Album 3 Koleksi Photo Palembang Tompo Dulu

Album 3 Koleksi Photo Palembang Tompo Dulu

Pertempuran 5 Hari 5 Malam, Palembang 1947
Album 3 Koleksi Photo Palembang Tompo Dulu

Album 3 Koleksi Photo Palembang Tompo Dulu

Album 3 Koleksi Photo Palembang Tompo Dulu

Benteng 1947
Album 3 Koleksi Photo Palembang Tompo Dulu

Situasi Palembang setelah Pertempuran 5 Hari 5 Malam 1947
Album 3 Koleksi Photo Palembang Tompo Dulu

Album 3 Koleksi Photo Palembang Tompo Dulu

Album 3 Koleksi Photo Palembang Tompo Dulu

Boom Baru Palembang 1947


Pengeboman BPM Plaju 1947
Album 3 Koleksi Photo Palembang Tompo Dulu

Album 3 Koleksi Photo Palembang Tompo Dulu


Selasa, 06 November 2012

Golden Wing, Band Palembang Tempo Dulu



Di era tahun 1960-an tidak banyak dikenal kelompok musik di Indonesia yang merekam lagu-lagu mereka sendiri dan me-release album-nya ke tengah khalayak. Sebagian besar kelompok musik pada waktu itu hanya menjadi kelompok musik pengiring para penyanyi tunggal, pada masa ini dikenal nama-nama kelompok musik seperti Zaenal Combo, Arulan, Empat Nada, Panca Nada, Eka Sapta dan sebagainya. Masa ini memang masa keemasan para penyanyi tunggal. Memang ada sedikit perkecualian, yakni pada kelompok musik Koes Bersaudara dan Eka Sapta (yang merekam lagu-lagu tanpa syair/instrumentalia). 

 Album Golden Wing Mutiara Palembang (1974) Foto : http://rateyourmusic.com/
Pada masa itu, di kota Palembang tidak banyak kelompok musik yang eksis. Maklum, mendirikan band bukan perkara mudah, untuk ini diperlukan biaya yang mahal — khususnya untuk membeli peralatan musik. Apalagi di Palembang tidak ada tempat untuk menyewa peralatan band, seperti yang dapat ditemui di kota-kota besar di pulau Jawa. Pada pertengahan tahun 1960-an, di Palembang dikenal tiga kelompok musik yang bagus dan memiliki peralatan yang cukup mewah untuk ukuran waktu itu, yakni Kerangga Combo,  Octarina dan Rheniara. Ketiga kelompok musik ini sudah menggunakan peralatan musik dan sound system merk Fender dan Hofner.

Memasuki paruh kedua tahun 1960-an mulai bermunculan kelompok-kelompok musik elit pesaing Kerangga Combo, Octarina dan Rheniara. Perusahaan pelayaran PT. Pelni mendirikan kelompok musik yang diberi nama Nada Samudra dan Pertamina mendirikan kelompok musik yang bernama Kuda Laut. Karena dicukongi oleh dua perusahaan besar, tidak heran apabila kedua kelompok musik ini memiliki peralatan yang mewah. Tapi sama halnya di tempat-tempat lain, kelompok-kelompok musik Palembang ini hanya eksis sebagai band pengiring para penyanyi solo. Mereka tidak pernah merekam dan merilis album sendiri, meskipun mereka juga punya stock lagu-lagu ciptaan sendiri.

Album Senyum Harapan (1975)  foto : madrotter-treasure-hunt
Di bawah bayang-bayang kelompok-kelompok musik elit di atas, di Palembang pada tahun 1960-an juga tumbuh banyak kelompok musik lapis kedua dan ketiga. Kelompok-kelompok musik kelas ini, kebanyakan menggunakan peralatan musik yang lebih rendah mutunya, yakni peralatan musik buatan dalam negeri atau paling banter buatan Jepang. Salah satu kelompok musik yang kemudian menjadi embryo kelompok musik besar di Palembang adalah kelompok musik Black Stones yang bermarkas di Lorong Batu Item, jalan Kapten A. Rivai Palembang. Black Stones ini di awaki antara lain oleh : Fit Kien (lead guitar); Bakar (Bass Guitar); Karel Cassidy (rhythm guitar), dan Ismet Soewondo (lead vocal).

Pada waktu yang hampir bersamaan, sekitar tahun 1968, Batalyon Zipur (Zeni Tempur) Palembang juga menyediakan peralatan band buatan dalam negeri dan merekrut beberapa pemain Black Stones untuk mendirikan kelompok musik yang diberi nama Band Pionir. Pemain band Pionir ini terdiri antara lain : Fit Kien (Gitar Utama); Bakar (gitar bass); Karel Cassidy (gitar pengiring dan vokal); Musiardanis/Ferdinand Tuyu (drums), dan Ismet Soewondo (lead vocal). Selain dari menyediakan peralatan musik, Yon Zipur Palembang (yang waktu itu dikomandani oleh Mayor Rustandi) juga menyediakan peralatan radio siaran, yang mengudara dengan nama Suara Pramuka.

Pada akhir tahun 1970 kelompok band Pionir ini bubar karena sebagian besar personilnya memilih untuk melanjutkan pendidikan, misalnya : Musiardanis pindah ke Yogya; Ferdinand Tuyu pindah ke Jakarta, dan Ismet Soewondo lebih mengutamakan kuliahnya di Fakultas Tehnik Unsri. Ketiga anggota lainnya (Fit Kien, Karel dan Bakar) tetap bertahan di Band Black Stones. Namun hal ini tidak lama, sebuah pabrik kecap di Palembang, yakni pabrik kecap Tong Hong, membeli peralatan musik dan merekrut Fit Kien dan Karel Cassidy. Era kelompok musik Golden Wing dimulai dari saat ini.

 

Band Golden Wing Palembang generasi pertama ini masih berbau band pengiring, era rekaman lagu kelompok-kelompok musik belum lagi dimulai. Golden Wing generasi pertama diawaki oleh pemain-pemain antara lain : Fit Kien (kemudian berganti nama menjadi Piter Kenn) pada lead guitar; Kun Lung (Bass Guitar); Tarno (drums), dan Karel Cassidy (kemudian berganti nama menjadi Karel Simon) bertugas sebagai pemain gitar pengiring dan penyanyi utama.

Sekitar tahun 1972 atau 1973 personil Golden Wing mengalami perombakan, beberapa pemain diganti dan awak band ini menjadi terdiri dari : Piter Kenn; Kun Lung (ganti nama menjadi Iksan); Carel Simon; Dedi Mantra (keyboard), dan Victor Eky (drums). Pada tahun 1973, kelompok-kelompok musik mulai merekam lagu-lagu mereka sendiri. Kita tentu ingat, mulai tahun ini bermunculan band-band tenar dengan lagu-lagu mereka sendiri, seperti : Rollies; Rhapsodia; Aka; Mercy’s; Panbers; Band Bentoel; Favourites Group, dan sebagainya.

Pada tahun 1974, Golden Wing Palembang meluncurkan album pertama mereka yang diberi label Mutiara Palembang. Beberapa lagu dalam album ini menjadi hit, antara lain lagu : Mutiara Palembang; Di Mana; Give Me, dan Hanny. Pada tahun 1975, Golden Wing meluncurkan sebuah album yang berisikan lagu-lagu pop melayu. Dalam album ini mulai dinyanyikan sebuah lagu pop daerah Sumsel yang diracik secara apik berjudul Sebambangan. Pada album ini, awak Golden Wing sudah dengan formasi baru, yakni : Piter Kenn pada gitar utama; Areng Widodo (berasal dari Yogya) pada bass; Carel Simon/lead vocal; Dedi Mantra (keyboard), dan seorang pemain drum baru. Album pop melayu ini boleh dikatakan merupakan album terakhir Golden Wing, karena setelah itu Carel Simon bersama-sama dengan isterinya, Hera Sofyan, dan S. Tarno mendirikan kelompok musik No Wing, yang mengkhususkan diri merekam lagu-lagu pop daerah Sumbagsel.

Download lagu Golden Wing :  palembang di waktu malam. 
                                               Dimana
                                               Lain-Lain

Sumber tulisan : H. Musiardanis di palembangkito.multiply.com

Museum SMB II 1947 - 1950

Museum SMB II 1947 - 1950

Museum SMB II 1947 - 1950

Kawasan Internasional Plaza dan Sekitarnya

Bioskop Internasional yang sekarang menjadi Internasional Plaza, Apotik Kinol yang sudah menjadi Supermaket Marathon, Toko sepatu Bata juga tampak di antara jajaran bangunan ini sumber : Facebook

Foto yang satu ini di perkirakan pada tahun 1965 - 1970 an dimana lokasi yang di ambil adalah di jalan Jenderal Sudirman tampak diantara jajaran gedung tersebut antara lain :

Bioskop Internasional (sekarang menjadi Internasional Plaza), di bioskop ini dibagi kelas. Untuk paling depan didekat layar adalah kelas III, makin atas maka kelaspun makin tinggi, hingga yang kelas yang paling tinggi saat itu di Balkon. Di bioskop ini pernah diadakan  konser musik undergound THE PEELS yang di iringi oleh band asli Palembang “The Golden Wing’.

 Rumah Makan Kejora (Sekarang Martabak HAR). Uniknya  Di RM Kejora ini siapa yang makan di lantai atas, gulai dan nasinya “ditarik” menggunakan  bandul keatas, tidak di hidangkan dengan tangan seperti yang kita sering lihat di rumah makan padang saat ini, dan di atas sudah ada orang yang menunggu untuk mengambil gulai dan nasi tersebut, dan lucunya pernah kejadian bandul itu lepas sehingga nasi dan gulai jatuh berantakan. 

Toko Sepatu Bata dan Apotik Kinol (sekarang Supermarket Marathon). Apotik Kinol ini merupakan apotik yang cukup terkenal pada saat itu, di sebelahnya ada toko kain INDIA pindahan dari jalan TENGKURUK karena terkena pengusuran Jembatan MUSI, tetapi ada juga apotik lain yaitu yang berjarak 2 toko yang menghebokan saat itu yaitu Apotik “Perdani” yang di milik oleh  HAMID KEMANG Tokoh PKI SUMSEL, pada zaman itu banyak yang demo dengan melempar batu dan melakukan perusahakan terhadap apotik tersebut, sehingga  pihak KODAM lah yang melakukan penyitaan pada apotik tersebut.

Boom 7 Ulu Palembang 1947 1950

Boom kapal Marrie 7 Ulu Palembang 1947 Foto : Palmboom.Divie.NL

kapal marie kapal penyeberangan yang menghubungkan seberang ulu dan seberang ilir sebelum tahun 1963, foto ini diambil pada tahun 1947.

Foto Boom atau dermaga di kawasan 10 ulu ini sudah tidak ada lagi pada saat ini di karenakan menjadi bagian dari pembangunan jembatan Ampera, pada saat itu kapal marrie merupakan salah satu transportasi penghubung antara seberang ilir dan seberang ulu, jembatan pun yang di miliki baru jembatan Ogan (kertapati) yang di bangun oleh pemerintah kolonial Belanda. 

Ada dua jenis angkutan yang ada di sungai musi yaitu kapal marrie (perahu roda lambung) dan perahu tambangan, untuk perahu tambangan sendiri hanya bisa mengangkut perorangan dalam jumlah sedikit sedangkan, kapal marrie (kapal roda lambung) bisa mengangkut banyak penumpang berikut kedaraan baik roda 2 maupun roda 4 , seperti kapal feri pada saat ini. Deramaga seperti ini selain di 7 ulu juga terdapat di kawasan 10 Ulu, 16 ulu, di pasar 16 ilir, kertapati dan tangga buntung tetapi seiring perkembangan pembangunan jembatan Ampera maka boom/ dermaga kapal marrie ini juga tidak di gunakan lagi.

Kerusuhan Mei 1998 Palembang - 14 Tahun "Sang History Kelam Bangsa Ini"

Kondisi Mei 1998 di Jalan Masjid Lama artikel Sripo ( Sumber : http://kawangkoan.multiply.com/ )

Tulisan yang pernah saya buat di tahun 2008 saat 10 tahun kerusuhan Mei 1998
-----------------------------------------------------
Tengoklah kembali ke tahun 1998 maka anda akan berpikir berapa banyak manusia Indonesia yang masih berpikir tentang besarnya pengorbanan bangsa dan negara. Bayangkan saja ibu kota negara hancur lebur karena kerusuhan terbesar abad 20 yang diduga telah dirancang sebelumnya, dilanjutkan dengan pertempuran yang terjadi adalah antara mahasiswa tambah sebagian warga negara melawan tentara tambah polisi huru hara dan Brimob tambah Pamswakarsa ciptaan Wiranto. Lalu siapa yang masih memikirkan korban pasca semua itu? 


Kami tidak ingin menjadi pahlawan kesiangan tapi kami ingin mereka yang gugur karena peristiwa itu menjadi Pahlawan. Tidak pandang mereka mahasiswa, bukan mahasiswa, pribumi bukan pribumi, anak pejabat atau anak jalanan. Kematian mereka menjadi duka negara ini (seharusnya) dan kami di sini untuk selalu mengingatkan bahwa darah yang tertetes tidak dapat terlupakan. Kehadiran kami untuk mendidik generasi mendatang supaya sejarah kelam tidak berulang dan tidak melupakan Pahlawan mereka yang sesungguhnya. 

Bagi kami kenangan 1998 adalah mimpi buruk yang terlalu sering kami impikan. Ingatan tersebut menembus pikiran kami setiap hari seperti kejadian kemarin sore. Apalagi keluarga korban? 

Pada hari ini kerusuhan yang melanda hampir di seluruh negeri ini merupakan cerita yang sudah memasuki umur 10 tahun, saat ini saya akan mencoba flash back untuk kejadian yang ada di Palembang pada saat itu  dengan di ceritakan dengan gaya aku :

 Senin, 11 Mei 1998
  • Semua Senat  yang ada di setiap Universitas pada saat itu mendapat undangan untuk melakukan demo ke kantor DPRD Tk 1, kalau tidak salah pada siang harinya di adakan rapat koordinasi di Unsri Bukit (karena saat rapat tidak ikut).
  • Banyak perwakilan dari mahasisiwa yang datang baik dari Unsri Indralaya, Poltek Unsri, PAP, Univ MuhammadiyaUniv IBA, STIE Musi, Unpal, Unanti, STMIK Bidar dan berapa universitas dan lembaga pendidikan lainnya. (Maaf kalau tidak di sebut satu persatu)
  •  Adapun point yang di bahas yaitu mengenai perbaikan ekonomi, pencabutan dwi fungsi ABRI, dan beberapa topic lainnya
 Selasa,  12 Mei 1998

 di Jalan Letkol Iskandar di samping IP  artikel Sripo ( Sumber : http://kawangkoan.multiply.com/ )
  •  Pada pagi hari +/- 8  Wib mahasiswa sudah bersiap di masing kampus dengan menggunakan jaket almamater yang seluruhnya di koordinir oleh koordinator masing-masing.
  • Persiapan lainnya juga di bawa seperti spanduk, karton yang di tulisi dan lainnya semuanya berangkat dengan menggunakan kendaraan bermotor tetapi ada juga yang berangkat ke kantor DPRDPropinsi Sumatera Selatan dengan menggunakan bus kota dan truk.
  • Seampai di sana mahasiswa langsung melakukan orasi  tetapi tidak satupun dari pimpinan yang ada di DPRD yang menenmui pengunjuk rasa dan pada saat itu masyarakat ramai ikut menyaksikan unjuk rasa tersebut dan makin lama makin banyak masyarakat yang berkumpul.
  • Sudah lama berorasi dan tidak ada tanggapan dari pihak DPRD terutama pimpinan maka terpancinglah emosi dari massa maka tidak tau dari mana asalnya batu  pun deras menghantam pintu depan DPRD tersebut dan langsung pecah.
  • Dan tidak di situ saja dengan kekecewaan makan masa pulang kebanyakan berjalan kaki dengan kelompok tadi terbagi 2 kelompok 1 dari gedung DPRD ke Jl Kapt A Rivai dan kelompok 2 menuju Jl. Radial dan massa yang tadi nya  ikut melihat sekarang juga bergerak menjadi barisan di belakang mahasiswa tadi seharusnya saya ikut di kelompok 1 karena kampus kami di arah sana tetapi karena rumah masih di Plaju maka saya ikut kelompok 2 yang mana banyak anak-anak dari UMP yang pulang satu arah.
  • Salah satu Mahasiswa terkapar setelah terjadi bentrok dengan petugas di Jalan Jend Sudirman depan IP  artikel Sripo ( Sumber : http://kawangkoan.multiply.com/ )
  • Tapi siapa sangka ternyata dengan panjangnya barisan ini banyak kejadian yang terjadi batu, kayu banyak yang berterbangan sehingga ruko, kantor dan tempat lainnya yang jadi korban seperti di kelompok 1 Kantor BCA Kapten A rivai kaca depanya banyak yang pecah memecah dan di sepanjang Jl Radial Sohwroom mobil, Ruko menjadi korbannya  bahkan SPBU yang ada di tersebut hamper di bakar massa tetapi dapat di cegah dan berbelok ke Jl Letkol Iskandar, kantor Tour & Travel, Restourant Sari Kuring, dan Rosarum Cindo juga Menjadi korban dan beberapa ruko lainnya juga rusak berat. Melihat kejadian itu aparat tidak tinggal diam dengan menurunkan Pasukan anti Huru Haranya langsung memblokade tepat di simpang 4 IP, saat itu keaadaan mulai mencekan massa banyak melakukan pelemparan batu dan kayu ke aparat, di belakan kawat berdurinya PHH membalas dengan gas air mata dengan tujuan untuk menenangkan masa justru makin kisruh, massa yang sudah tercampur baur bergerak ingin menghancurkan Texas Fried Chiken (Yang berbau AS) tetapi langsung di halangi oleh aparat.
  • Disini yang saya perhatikan bukan mahasiswa lagi yang berbuat justru masyarakat dengan brutalnya melakukan apa yang mereka inginkan, pada saat itu banyak kejadian kerjar-kejaran yang terjadi dan banyak mahasiswa yang kena pukul baik pakai alat maupun tangan kosong dan setelah itu mereka di bawa ke POLTABES di Jl Letkol Iskandar untuk di data.
  • Cerita dari teman-teman yang tertangkap banyak di Tanya macam-macam dan akhirnya +/- 8-10 malam meraka di lepaskan dengan di antar truck TNI ke kampus masing-masing.
  • Transportasi lumpuh dan keadaan mulai hening, di sekitar masyarakan banyak yang bercerita bahwa kerusuhan yang lebih besar akan meletus kembali, tidak tau benar atau salah karena tidak bisa di tebak 
 Rabu, 13 Mei 1998
  • Sejak kejadian pada 12 Mei mahasiswa banyak menarik diri sambil menunggu berita yang terjadi di Jakarta karena kisruhnya tidak hanya di Jakarta saja tetapi di beberapa kota lainnya.
  • Banyak terlihat di ruko-ruko sejadah dan tulisan Muslim Pribumi, Muslim, dan lain-lain sebagai
  • Sore harinya di dapatkan informasi kalau mahasiswa trisakti mati seperti Elang Mulya dkk tertembak, banyak para akativis mulai mengatur  rencana untuk kesokan harinya .
 Kamis, 14 Mei 1998

Salah satu pelaku pelemparan ruko di Jalan Letkol Iskandar di amankan petugas  artikel Sripo ( Sumber :http://kawangkoan.multiply.com/ )
  • Kabar ini tidak hanya masuk di kampus kami tetapi telah menjadi berita umum sehingga pada pagi harinya sudah banyak mahasiswa yang berkumpul dan melakukan longmarch menuntut keadilan atas kematian rekan mereka.
  • Longmarch masyarakat juga ikut mengiring dan menjadi massa di mana di iringi tuntutan mahasiswa untuk mengusut tuntas kasus penembakan setelah tapi lama kelamaan masyarakat menjadi semakin brutal razia atas etnis cina semakin menjadi razia di lakukan di mana-mana.
  • Di berbagai titik di Palembang menjadi rusuh penjarahan dan penganiayaan tidak terelakan lagi baik di Plaju, Kertapati, Pal 5, Lemabang dan beberapa tempat lainnya, titik api berkobar di mana-mana karena terlihat asap hitam yang membumbung tinggi.
  •  Saya pulang dari kampus karena lumayan jauh dari Univ IBA ke Univ UMP, dengan berjalan kaki karena tidak ada angkot lagi pada saat melintas di Jl Veteran di situ sudah terlihat ada mobil terbakar dan beberapa ruko yang sudah di jebol oleh massa.
  • Pada saat melintas di daerah Jl Kol Atmo kesunian mencekam hanya melihat orang-orang yang berlari sambil membawa barang jarahannya.
  • Setelah di masjid Lama ternyata ruko yang di tengkuruk sebelah jembatan Ampera api sudah berkobar dan banyak masyarakat yang melakukan penjarahan banyak barang yang di jarah seperti alat electronic, makanan dll dan pagar sebelah kiri roboh tidak tau siapa yang merobohkannya, banyak masyarakat yang di angkut menggunakan kendaraan tentara karena tidak ada yang angkot yang jalan.
  • Dan lebih tragisnya yang Saya lihat sendiri pada saat  di turunan jembatan Ampera (Pangkal Jembatan) yang ke arah Plaju/Kertapati di lakukan razia oleh orang-orang dengan memasang batu besar (Bekas marka Jalan dan Pot Bunga) mereka membuka kaca mobil satu persatu jika di anggap etnis maka mobil tersebut akan di lempari dan orangnya di pukuli begitu juga bagi yang bermotor yang menggunakan helm Full Face jika mukanya seperti etnis makan mukanya di hantam dengan batu banyak yang jadi korban dan ada juga yang salah salah seperti orang Komering, Lahat atau Pagaralam karena melihat mukanya seperti etnis cina.
  • Tidak Jauh dari situ ada SupermarkerAmpera (Sekarang jadi Universitas Kader Bangsa)massa banyak yang melakukan penjarahan seperti ada yang mengambil baju, spring bed, makanan, mainan dan lain sebagainnya dan malahan ada yang berusaha membawa brankas, memang suasana saat itu sangat mencekam.
  • Begitu juga di simpang 4 Masjid Muhajirin di sebelah depan ada showroom motor (Sekarang kantor partai)  dan banyak motor yang di jarah oleh massa. Tragis memang
  • Pada saat sampai di depan kampus UMP maka terlihat bekas kendaraan yang telah terbakar dan ban yang masih menyala.
  • Pada malam itu Gubernur Sumatera Selatan pada saat itu H Ramli Hasan Basri dengan nada sedih mengimbau bahwa masyarakat untuk pulang kerumah dan tidak melakukan penjarahan, malam itu di lakukan mirip seperti jam malam aparat dari PHH melakukan razia di setiap jalan utama dengan menggunakan kendaraan roda dua dan panser.
  • Di masyarakat muncul isyu dari orang yang tidak bertanggung jawab dan bahwa akam ada  orang yang tidak di kenal akan melakukan penculikan dan penyerangan kekampung kami sehingga kebanyakan dari warga kami di lingkukan kami melakukan jaga malam untuk mengantisipasi situasi tersebut.
 Jumat, 15 Mei 1998
Jalan Jendral Sudirman di penuhi massa pada jam 13:00  artikel Sripo ( Sumber : http://kawangkoan.multiply.com/ )
  • Sejak kerusuhan kemaren banyak orang tidak melakukan aktivitas seperti biasa karena takut kena imbas dari kerusuhan tersebut pada saat pada saat itu saya mau kekampus tetapi tidak bisa berangkat ke kampus dan tertahan di seputar air mancur  saya lihat sekitar sepi dan terlihat bebrapa aparat yang berjaga-jaga.
  • Dengan kondisi seperti itu saya memutsukan untuk sholat Jumat di Masjid Agung di mana yang jadi Khotib pada saat itu walikota Palembang Bpk H Husni yang di dalam khotbanya agar dapat menahan emosi dan menjaga kondisi kemanan lingkungannya.
  • Selesai sholat jumat  orang-orang mulai mengarah ke Jl Jend Sudirman tidak tahu siapa yang memulai kerusuhan seperti kemaren meletus kembali banyak ruko yang di bakar sepanjang Jl Jend Sudirman sampai dengan Simpang 4 IP, mobil 2 buah yang di bakar, hotel Sintera di bakar dan beberapa ruko lainnya di makan api termasuk ruko di belakan Martabak HAR, masa banyak menjarah studio foto, baju, alat olah raga, alat musik, alat-alat elektronik dll (Karena ruko disana memang di dominasi oleh barang-barang tersebut). Alat alat pertanian dan mesin-mesin diesel karena di sebelah kiri banyak yang bejualan alat-alat seperti itu dan sampai saat ini ruko sisa terbakar tidak di gunakan kembali.
  • Tak lama kemudian aparat (PHH & Brimob) datang dengan pasukan yang penuh dan di bantu oleh PM yang bermarkas di JL Merdeka, banyak para penjarah  yang di bawa ke Kantor PM dengan barang bukti yang di bawa ada kipas angina, kamera, baju dll.
  • Pelemparan Bank Tamara di Jalan Letkol Iskandar   artikel Sripo ( Sumber :http://kawangkoan.multiply.com/ )
  • Massa memang tidak terkendali yang juga memancing kemarahan dari aparat di mana banyak juga massa yang merasakan kerasnya “Stik” aparat sehingga yang saya lihat ada yang kepalanya bocor, kuping berdarah, gigi yang patah dll, dan ada juga yang saya lihat orang yang sudah masuk ke dalam parit terus di pukuli oleh aparat.
  • Penjarahan ini terjadi  sampai pukul 6 sore karena massa yang tidak terbendung maka lalu lintas banyak yang di alihkan ke  arah Musi II bagi yang pulang ke Plaju atau Kertapati.
  • Yang uniknya tempat makan Martabak HAR tidak tutup sama sekali malahan banyak penjara yang makan dan itupun gratis, sepertinya tidak perduli walaupun di belakang rukonya sedang terbakar dan di depan nya massa sedang banyak.
Sabtu , 16 Mei 1998
  • Blokade di atas jembatan Ampera di lakukan ada 3 lapiasan yang harus di tembus dengan memperlihatkan KTP jika tidak berkepentingan kita di perintahkan balik begitu juga saat saya mau ke Kampus malah di suruh balik.
  • Suasana kota saat itu sangat lengang banyak yang menggunakan trasportasi sungai “ketek” untuk menyebrang itupun setelah sampai di seberang harus berjalan lagi.
Minggu – Rabu , 17 – 20 Mei 1998
  •  Gerakan mahasisiwa semakin menjadi dan di Jakarta semakin menghangat sampai Mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR.
 Kamis , 21 Mei 1998
  •  Presiden ke II Bpk HM. Suharto meletakan jabatannya dan digantikan dengan Bpk B.J Habibie.
Tidak tahu akhir dari pergantian rezim apakah kemunduran atau kemajuan tetapi banyak yang terjadi si Palembang sejak kerusuhan tersebut :
  •  Angkot yang dulunya bisa sampai jam 24:00 sekarang paling rame hanya ham 21:30 sesudah jam tersebut agak susah.
  • Toko-toko yang ada di Jl Jend Sudirman biasanya bias buka sampai jam 22:00 sekarang ini jam 19:00 dan paling lama 20:00 sudah tutup.
  • Banyak gang dan jalan yang di beri gerbang dan portal apalagi di daerah tersebut banyak etnis cina, ada beberapa tempat di jadikan “One Gate”.
  •  Banyak bangunan yang di renovasi setelah kerusuhan tetapi ada juga tidak (mungkin di anggap sial).
  • Masih banyak lagi perubahan yang terjadi pada masa peralihan ORBA ke Reformasi tetapi sudah di luar pemikiran saya…….
sumber: Dodi NP